29 Tahun Hari Keanekaragaman Hayati Dunia sejak The Earth Summit

0 Comments


Sejak 29 tahun yang lalu, tepatnya 1993 hari keanekaragaman hayati ditetapkan. Hari keanekaragaman hayati ini selama 7 tahun pertama diperingati pada tanggal 29 Desember setiap tahunnya. Penetapan hari besar Internasional ini dilatarbelakangi sejarah The Earth Summit, atau The United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) yang dilaksanakan di Rio de Janeiro, Brazil tahun 1992. Sejak tahun 2000, peringatan hari keanekaragaman hayati ini diubah menjadi 22 Mei setiap tahunnya hingga sekarang untuk memperingati adopsi Konvensi pada tanggal 22 Mei 1992 di Nairobi, Kenya. Setelah itu tidak ada lagi perubahan tanggal pelaksanaan hingga saat ini.

Tidak dapat dielakkan, keanekaragaman hayati merupakan sosok penting dalam kehidupan. Manusia bergantung pada lingkungan, dalam hal ini pada keanekaragaman hayati di sekitarnya sebagai sumber pangan, devisa, maupun sumber plasma nutfah. Keanekaragaman hayati memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem yang setiap saat berevolusi. Meskipun Indonesia dikenal memiliki kekayaan hayati yang tinggi, bergelar paru-paru dunia karena hutan hujan tropisnya, namun tingkat hilangnya keanekaragaman hayati pada dekade terakhir juga semakin tinggi.

Pulau Borneo misalnya, ada banyak spesies endemik yang ditemukan di pulau ini, diantaranya kucing merah (Pardofelis badia), owa-owa (Hylobates muelleri), pesut Mahakam (Orcaella brevirostris), katak kepala pipih (Barbourula kalimantanensis), buaya Kalimantan (Crocodylus raninus), orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus), bekantan (Nasalis larvatus), lutung merah (Presbytis rubicunda), lutung dahi putih (Presbytis frontata), gajah pygmy atau gajah kerdil borneo (Elephas maximus borneensis), tupai peminum darah (Rheithrosciurus macrotis), dan biawak Kalimantan (Lanthanotus borneensis).

Diantara spesies endemik tersebut beberapa diantaranya dijadikan maskot seperti Bekantan sebagai maskot kota Banjarmasin. Lalu ada nama daerah yang disebut Liang Anggang, apakah memiliki hubungan dengan burung enggang karena kebiasaan mereka yang bersarang di lubang pohon besar saat mengerami telur dan merawat anak? Ini menjadi misteri karena belum ada bukti otentik yang dapat menjelaskannya. Apalagi, sekarang tidak ditemukan lagi pohon-pohon besar di daerah tersebut, dan tidak pernah teramati adanya burung enggang yang terbang disana. Namun, burung enggang menjadi komponen utama logo Universitas Lambung Mangkurat. Universitas tertua di Kalimantan yang berlokasi di pusat kota Banjarmasin dan Banjarbaru. Dua lokasi yang dipisahkan oleh Liang Anggang.

Akan tetapi, maskot yang dibanggakan oleh masyarakat Kalimantan ini perlahan berkurang populasinya. Menurut IUCN Redlist, Bekantan atau Proboscis Monkey berstatus Endangered yaitu jenis yang terancam kepunahan dan tidak akan dapat dipertahankan lagi tanpa perlindungan yang ketat. Kucing merah, owa-owa, pesut Mahakam, katak kepala pipih, gajah kerdil borneo, dan biawak Kalimantan juga memiliki status populasi yang sama. Sedangkan orangutan Kalimantan sudah lebih dulu berstatus Critically Endangered, yaitu status konservasi yang diberikan kepada spesies yang menghadapi risiko kepunahan di waktu dekat.

“Menyelamatkan yang sudah sedikit, menjaga yang masih banyak”, begitulah kiranya semboyan dari Dr. Karyadi Baskoro, seorang Pemerhati Biodiversitas dan Guru Ekologi di Departemen Biologi, Universitas Diponegoro yang tulisannya dimuat di laman kehati.or.id. Beliau berpendapat spesies yang sudah terlanjur terancam kepunahan tetap ditolong kehidupannya, dan yang masih melimpah tetap dijaga eksistensinya. Sebab, tidak menutup kemungkinan spesies yang statusnya tidak dilindungi, namun tidak ada upaya biologi mengkaji jumlah populasi karena bukan prioritas, dan eksploitasi habitat yang tidak terkendali dapat merubah status spesies tersebut. Ketika spesies sudah terancam punah, barulah panik dan menyesali.

Faktanya, keanekaragaman hayati kian terancam. Berdasarkan jejak ekologi (Ecology footprint), sebuah tolak ukur dampak aktivitas kehidupan manusia terhadap alam kian meningkat. Laporan World Wildlife Fund (WWF) berjudul Living Planet Report mempartisi ancaman terhadap keanekaragaman hayati dari dampak ancaman terhadap lingkungan. Ancaman terbesarnya adalah perubahan penggunaan lahan dan air (50%), eksploitasi berlebihan pada suatu spesies (24%), invasi spesies yang menyebarkan penyakit (13%), polusi (7%), dan perubahan iklim (6%). Laporan tersebut juga menyebutkan, dunia telah kehilangan dua per tiga populasi satwa liar dalam kurang dari 50 tahun (1970-2016), sebuah peringatan bahwa manusia telah merusak alam pada tingkat yang tidak pernah terjadi sebelumnya.

Selamat Hari Keanekaragaman Hayati Dunia. Semoga flora dan fauna yang tersisa juga dapat merayakannya.