Aquatic Plants as Niche: Keresahan berbuah Publikasi Bereputasi

0 Comments


Mengutip dari Wetlands International, 64% lahan basah telah hilang sejak tahun 1900 melalui drainase, konversi, dan banyak dari sisanya yang terdegradasi. Hilangnya lahan basah berdampak terhadap kesejahteraan makhluk. Kebutuhan akan air meningkat sedangkan lahan basah kian menyusut, dan ditambah lagi pengaruh perubahan iklim yang membuatnya semakin terancam.

Kalimantan Selatan disuguhi dengan karunia Allah SWT berupa ekosistem lahan basah yang beragam. Ekosistem lahan basah yang ada disini tersebar dari dataran tinggi hingga dataran rendah, sebut saja sungai, rawa, danau, dan kawasan pesisir. Banjarmasin terkenal dengan sebutan Kota Seribu Sungai, Loksado dengan air terjunnya, Nagara dengan rawa kalang hadangannya, dan Kabupaten Banjar dengan waduknya.

Lahan basah ini sangat potensial bagi masyarakat di Kalimantan Selatan baik dalam bentuk barang maupun jasa untuk menunjang kehidupan sehari-hari. Prof. Gusti Muhammad Hatta dalam wawancara singkat pada kegiatan Seminar Nasional Lahan Basah yang dilaksanakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Lambung Mangkurat enam tahun lalu mengatakan “selama ini orang memang banyak menggarap barangnya. Barangnya bisa kayu, ikan, macam-macam ya. Sementara jasanya itu belum banyak dibahas. Jasa ini misalnya dia bisa menahan abrasi, bisa mengurangi dampak tsunami, kemudian dia juga bisa menjaga banjir, kemudian racun-racun yang ada didarat dapat terbaiki. Itu jarang diungkap”.

Sebagian lahan basah di Kalimantan Selatan: (1) air terjun Loksado, (2) aliran sungai desa Sabuhur yang berdampingan dengan kawasan pertanian, (3) rawa pasang surut Pantai Tabanio, (4) kalang atau kandang hadangan yang ada di tengah rawa desa Hakurung Nagara, dan (5) waduk Riam Kanan Kabupaten Banjar (Sumber: Dokumentasi pribadi Hery Fajeriadi).

Mengerucut sedikit ke lahan rawa yang ada di Kalimantan Selatan. Rawa adalah area yang hampir selalu tergenang oleh air sepanjang tahun yang menjadikannya ekosistem unik. Salah satu perannya adalah sebagai habitat ikan yang menjadi bahan pangan favorit masyarakat Banjar, khususnya papuyu (Anabas testudineus) dan haruan (Channa striata). Kemunculan ikan-ikan ini umumnya ditandai dengan kondisi habitat khusus, seperti adanya beberapa jenis tumbuhan yang hidup di air (Aquatic plant) untuk perbiakan seperti menaruh telur (egg) dan melindungi anakan (juvenile).

Sebuah analisa yang berujung publikasi Internasional Bereputasi. Bapak Dr. Dharmono, M.Si selaku penggiat kajian ekologi, khususnya melalui eksplorasi potensi lokal Kalimantan Selatan turun ke tiga habitat rawa yang berbeda, yaitu di Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU), Kabupaten Tanah Laut, dan Kabupaten Barito Kuala (Batola). Perlu diketahui bahwa lokasi yang dipilih adalah kawasan rawa yang dekat dengan aktivitas masyarakat contohnya di HSU adalah rawa yang juga dimanfaatkan masyarakat untuk  membangun kalang hadangan, di Tanah Laut dipilih kawasan yang mayoritas masyarakat berprofesi sebagai petani dan nelayan, serta di Batola mayoritas masyarakat khususnya berprofesi sebagai pencari kayu galam.

Melalui Purposive Random Sampling Pak Dhar sapaan beliau membuktikannya. Ditemukan 17 spesies ikan air tawar yang beraktivitas di 26 spesies tumbuhan air. Kehadiran spesies ikan dengan persentase tertinggi ditemukan di sekitar eceng gondok (Eichhornia crassipes) dan kayu apu (Pistia stratiotes). Diakhir pembahasan beliau menjelaskan bahwa semakin banyak spesies tumbuhan yang hidup di rawa, maka relung ikan semakin optimal untuk menempatkan telur dan anakan. Hal ini akan berdampak positif bagi keanekaragaman ikan yang hidup di rawa tersebut.

Titik lokasi eksplorasi dan dokumentasi kemunculan ikan di sekitar tumbuhan air (Sumber: Dharmono et al.,2022)

Narasi singkat mengenai relung ikan rawa tersebut adalah sedikit kalimat yang dikutip dari artikel beliau berjudul Aquatic plants as niche for lay eggs and raising juveniles by freshwater fish in three swamp habitats in South Kalimantan, Indonesia yang telah terbit awal maret lalu di Jurnal Biodiversitas. Ini adalah salah satu studi yang membuktikan pentingnya melestarikan rawa di Kalimantan Selatan. Lebih dari potensinya sebagai barang, melainkan sebagai jasa ekosistem yang memberikan ruang hidup bagi makhluk hidup di dalamnya untuk mendukung kehidupan masyarakat di sekitarnya.



Referensi

Dharmono, D., Mahruddin, M., Irianti, R., & Fajeriadi, H. (2022). Aquatic plants as niche for lay eggs and raising juveniles by freshwater fish in three swamp habitats in South Kalimantan, Indonesia. Biodiversitas Journal of Biological Diversity, 23(3), 1520-1526.

Wetlands International diakses melalui https://indonesia.wetlands.org/id/wetlands/